Dalam pandangan empat madzhab utama dalam Islam, yaitu Madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali, terdapat perbedaan pendapat mengenai waktu yang tepat untuk melaksanakan aqiqah. Pemahaman yang mendalam terkait hal ini sangat penting bagi umat Islam agar dapat melaksanakan aqiqah sesuai dengan tuntunan agama yang mereka anut.
- Madzhab Hanafi
Madzhab Hanafi menyatakan bahwa aqiqah dapat dilakukan kapan saja, tidak ada batasan waktu yang spesifik. Namun, disarankan agar pelaksanaannya tidak ditunda hingga anak yang dilahirkan tersebut mencapai usia baligh.
- Madzhab Maliki
Menurut Madzhab Maliki, waktu yang disunnahkan untuk melaksanakan aqiqah adalah pada hari ketujuh setelah kelahiran sang bayi. Hal ini didasarkan pada hadis yang menyebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW melakukan aqiqah untuk cucunya, Hasan bin Ali, pada hari ketujuh setelah kelahirannya.
- Madzhab Syafi’i
Madzhab Syafi’i berpendapat bahwa waktu yang paling baik untuk melaksanakan aqiqah adalah pada hari ke-7, ke-14, atau ke-21 setelah kelahiran bayi. Namun demikian, pelaksanaannya tetap diperbolehkan kapan saja selama tidak melewati usia tujuh tahun sang anak.
- Madzhab Hambali
Madzhab Hambali juga menyarankan pelaksanaan aqiqah pada hari ketujuh setelah kelahiran bayi. Namun, jika tidak memungkinkan, aqiqah dapat dilakukan kapan saja tanpa batasan waktu tertentu.
Dari keempat madzhab tersebut, terlihat bahwa meskipun terdapat perbedaan pendapat mengenai waktu pelaksanaan aqiqah, yang menjadi tujuan utama adalah untuk menyembelih hewan ternak sebagai bentuk syukur atas kelahiran anak. Oleh karena itu, umat Islam dapat memilih waktu pelaksanaan aqiqah yang sesuai dengan keadaan dan kemampuan mereka, asalkan tetap memperhatikan prinsip-prinsip ajaran agama yang mereka anut.
Demikianlah pentingnya memahami waktu aqiqah menurut empat madzhab dalam Islam. Dengan memahami perbedaan pendapat ini, diharapkan umat Islam dapat melaksanakan aqiqah dengan penuh keyakinan dan keberkahan, sesuai dengan tuntunan agama yang mereka anut.